Selasa, 19 April 2011

sejarah perkembangan Ilmu gizi


Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi
Ilmu gizi merupakan ilmu yang relatif baru. Pengakuan pertama ilmu gizi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri terjadi pada tahun 1926, ketika Mary Swartz Rose dikukuhkan sebagai rofesor Ilmu Gizi pertama di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Namun, perhatian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan makanan sesungguhnya sudah terjado sejak lama.
Makanan di Zaman Purba dan Zaman Yunani
Sejak zaman purba manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk kelngsungan hidup. Manusia, kemudian mempunyai ide-ide yang masih kabur tentang makanan, yang berwujud tabu, kekuatan magis, dan nilai-nilai menyembuhkan. Pada masyarakat tertentu saat ini ide tersebut masih ada.
Pada tahun 400 sebelum Masehi, Hippocraates, Bapak Ilmu Kedokteran mengibaratkan makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia. Anak-anak yang sedang bertumbuh membutuhkan banyak panas. Oleh karena itu, mereka membutuhkan banyak makan. Orang tua membutuhkan lebih sedikit panas. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan lebih sedikit makanan. Ia juga mengatakan bahwa orang gemuk kecenderungan umurnya lebih pendek daripada orang kurus. Baru pada awal abad ke-16 konsep-konsep pertama ilmu faal dibicarakan.
Penelitian tentang Pernapasan dan Kaliometri
Antonie Lavoisier (1743-1794) seorang ahli kimia Prancis yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Gizi merupakan oang pertama yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kaliometri. Penelitianya dengan Guinea pig (sejenis kelinci yang biasa digunakan dalam penelitian biologi) merupakan penelitian pertama mengenai hubungan tentang produksi panas dan karbon dioksida yang dikeluarakan oleh tubuh. Ia menyimpulkan bahwa pernapasan merupakan proses pembakaran yang sama dengan pembakaran yang terjadi di luar tubuh. Pembentukn panas dalam tubuh hewan berhubungan langsung dengnproduksi karbon dioksida. Lavoiser juga menguur penggunaan oksige oleh manusia dalam keadaan puasa dan istirahat, yang pada dasarnya adalah apa yang dikenal sekarang sebagai metabolisme basal. Ia menunjukkan bahwa konsumsi oksigen atau produksi panas meningkat di atas basal dengan menurunnya suhu lingkungan, pencernaan makanan dan latihan fisik. Peningkatan onsumsi oksigen setelah pencernaan makanan, oleh Rubner (1902) kemudian dijelaskan sebagai pengaruh dinamik spesifik (spesific dynamik action/ SDA) makanan. Lavoiser waktu itu belum mengetahui tentang peranan bahan makanan dan menyakngka bahwa unsur karbon dan hidrogen lah yang dioksidasi dalam tubuh.
Magendie, seorang ahli kimia Prancis pada awal abad ke-19 untuk pertama kali dapat membedakan antara berbagai macam zat gizi dalam bahan makanan, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Regnault dan Reiset, pada tahun 1840 dapat menunjukkan bahwa perbandingan antara karbon dioksida yang dieluarkan dan oksigen yang dikonsumsi menurut jenis makanan. Perbandingan ini kemudian dinamakan kuosien pernapasan atau Respiratori Quotient (RQ).
Pada awal abad ke-19 dikembangkan cara-cara penentuan karbo, hidrogen, dan nitrogen di dalam ikatan-ikatan organik. Liebig (1803-1873), seorang ahli kimia dari Jerman menemukan bahwa karbohidrat, lemak, dan protein dioksidasi dalam tubuh dan menghasilkan panas atau energi. Ia menghitung nilai energi beberapa bahan makanan dan menyimpulkan bahwa makanan seimbang harus mengandung protein, karbhidrat, dan lemak.
Penelitian keseimbang pertama kali dilakukan oleh Bousssinggault, orang Prancis dan teman sejawatnya Liebig . pada waktu yang sama di Jerman, Bidder dan Schmidt melakukan eksperimen yang sama dan mengemukakan bahwa dalam keadaan tidak makan, diperlukan metabolisme minimal tertentu. Ini kemudian dikenal sebagai metabolisme istirahat atau resting metabolisme. Voit seorng murid Liebig menemukan bahwa metabolisme protein tidak dipengaruhi oleh kerja otot dan bahwa banyaknya metabolisme dalam sel menentukan banyaknya konsumsi oksigen.
Pada pertengahan abad ke-19 Rubner menentukan nilai energi urin dan feses dengan berbagai susunan makanan. Angka-angka ini merupakan dasar penelitian kalorimetri selanjutnya. Pada tahun 1847 Mayer dan Helmholz memberlakukan Hukum Konservasi Energi bagi organisme hidup maupun benda mati. Rubner kemudian juga menghubungkan produksi anas dalam keadaan basal dengan luas permukaan tubuh ia juga menghitung nilai energi, karbohidrat, protein, dan lemak berbagai bahan makanan.
Attwater, pada akhir abad ke-19, termasuk ilmuwan Amerika pertama yang memberi sumbangan berarti terhadap perkembangan ilmu gizi. Dengan ahli fisika Rose, ia membangun alat kalorimetri pertama yang dapat digunakan untuk menyelidiki pertukaran energi pada manusia. Pada tahun 1899, Attwater dan Bryant enerbitkan Daftar Komposisi Bahan Makanan pertama. Lusk, juga dari Amerika, yang belajar bersama Voitdan Rubner di jerman menyelidiki metabolisme intermidier dan efek dinamik spesifik makanan.
Pada awal abad ke-20, ilmu gizi semakin menampakan diri dengan banyaknya penelitian yang dilakukan tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok. Komposisi karbohidrat, lemak, protein, serat, air dan abu, serta nilai energi sejumlah bahan makanan pada waktu itu telah diketahui.

Referensi: Almatsier, Sunita.2001. Prinsip Daasar Ilmu Gizi. Gramedia: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar