Minggu, 25 Desember 2011

Memoar Of Ujung Genteng; (part II) perjalanan

The Day………

“AYuuuuuu…..!!! cepetan!! Udah jam enam nih! Kita kan kumpul di BSI jam enam. Jam tujuh brangkat. Kamu tuh lelet banget sih!”.

“iya kak tunggu dulu, Yu baru selesai mandi”, kata Ayu tergesa-gesa. Terdengar suara kresek-kresek dari suara handphone Charu.
Charu kesal setengah mati. Dia harus menunggu Ayu lagi. “KEBIASAAAN!! Tadi 
kan kakak udah bangunin kamu jam setengah lima!!”.

“IYAA AYu KETIDURAN!!! UDAH NAPA JANGAN NGOMONG MULU, YU MAU SIAP-SIAP NIH!”, Ayu membalas dengan berteriak kencang dari kejauhan. Charu semakin gondok. Padahal semalam Ayu sendiri yang mengatakan untuk bertemu di depan gardu pukul enam pagi. Ia sendiri yang memarahi Charu untuk jangan tidur begadang dan jangan terlambat bangun. Sekarang?? Sudah hamper setengah jam ia menunggu. Ayu baru muncul diantar oleh papanya 20 menit kemudian. Charu segera saja menjitak kepalanya dan dibalas dengan jitakan lagi dari Ayu. Kedua anak itu malah berkelahi di depan Papa Ayu.

“Heh! Udah-udahlah! Cepat pergi sana! Nanti telat lagi!”, ujar papa Ayu menengahi keduanya.
Ayu merenggut, lalu tersenyum centil pada papanya sambil menengadahkan tangan tanda meminta uang.
Papa menepuk telapak tangan Ayu yang terbuka, “apa-apan ini! Taadi kan udah dikasih sama mama”

“uuh,, ngga cukup lah pa… itu kan buat jajan. Kasihlah buat ongkos Yu, nanti berkurang jajan Ayu”.
Papa Ayu manyun, “hufht,, matere anak ni. Taunya minta duit aja sama orangtua”. Ayu nyengir lebar.

“Ayo kak! Cepetan! Jangan buat Ayu nunggu lama deh. Jadi orang kok lelet banget sih!”, Ayu nyolot pada Charu ketika Charu sedang membenarkan resleting tasnya yang terbuka.

“heh! Siapa yah yang lama! Kaka tuh nunggu kau sejam LEBIH TAUU!!”.

“Santai aja sih! Anak-anak BSI juga pasti banyak yang ngaret kok!”.

“tau dari mana kamu?”

“Lah, biasa kan?? TRADISI orang Indonesia tuh pada jam ngaret!”
Charu memicingkan matanya. Ingin sekali ia menoyol kepala Ayu sekali lagi, kayak lu bukan orang Indonesia aje!!, batin Charu.
Benar saja! Setibanya disana jam tujuh kurang lima, hanya ada dua orang saja!. Ada kak RIdwan dan Rio yang sudah lebih dulu tiba disana. Rio mengeluarkan rokok yang kedua dari bungkusnya ketika Ayu dan Charu ingin duduk di dekat mereka.

“ck! Payah nih anak-anak! Janjian jam enam, jam tujuh baru empat orang yang nongol! Ckckckck…. NGARET!”, keluh Rio.

“Rio! Ngerokoknya ntar aja deh! Aku alergi nih sama asep rokok!!”, ujar Charu menahan geram. Sisa asap rokok pertama yang tadi masih mengepul disekitar tempat itu.

“kakak kenapa kak?”, Tanya Ayu pada Kak Ridwan begitu melihat wajah Kak Ridwan sedikit pucat.

“kakak ngga tidur semalam yu, kakak begadang. Jadi kepalanya agak pusing”.

“yah! Ntar gimana? Emang kakak kuat?”

“tenang. Biasa aja kali”.
Tak lama kemudian muncul WIdi dengan teman perempuannya yang mengantar. Seharusnya ia menjadi penyedia motor dan menyediakan joki untuk perjalanan ini. Tapi entah kenapa, Widi berubah pikiran sehingga kelompok perjalanan ini kekurangan Joki. Untung ada Agung, teman pria Widi yang bersedia memberikan tumpangan untuk perjalanan kesana. Jam delapan sudah ada Putri, Mita, Sabeum RIzki dan kekasihnya, Kak Rahmat dan Kak Ulfa, Sabeum Ucok dan kawannya, Evi dan Sodri, juga Helmy. Belum ada tanda-tanda kedatangan kak Wahyu.
Baru saja Charu berpikir tentang mereka, Sabeum Sari muncul dengan anggunnya bersama dengan Sabeum Hilmi. Diikuti oleh kehadiran kak Wahyu dan Kak Itha.
Sebelum berangkat, Charu, Putri, Mita dan Ayu menikmati kudapan pagi bubur kaccang hijau yang lewat di depan kampus BSI. Evi terlihat masih asyik berbincang dengan Helmy dan Sodri. Sepertinya mereka sudah lama tak bertemu. Terlihat dari percakapan mereka yang terdengar seru. Ingin sekali Charu ikut kesitu karena beberapa teman lainnya mulai ikut nimbrung. Ternyata Helmy tidak bisa ikut bersama. Yah! Sayang sekali.
Tepat pukul 09.00 WIB di hari jum’at itu, tanggal 25 Desember 2010, Charu berdo’a bersama teman-teman yang lain agar perjalanan ini lancer dan diberikan kemudahan. Kelak dapat menjalin silaturahmi dan mendapatkan manfaatnya.

“TAE KWON DO?”… “BSI!!!”. Yel-yel sebelum berangkat.

Semua tourism yang berperan sebagai JOki menggunakan jaket Jaguar berwarna merah. Itu adalah jaket seragam.
Saat pembagian Joki, Charu kedapatan bersama kak RIdwan. Mita dengan Rio. Putri dengan sabeum Ucok. Tentu saja yang membawa kekasihnya, mereka bersama kekasihnya. Kecuali kak Ridwan. Dia terpaksa harus membawa Charu bukan Puji. Sedangkan Agung dan Widi harus menghadapi sedikit perdebatan a lot. WIdi ingin bersama Agung (kekasihnya) tapi sepertinya Agung sendiri keberatan. Agung dipasangkan dengan Ayu, sedangkan Widi bersama Sabeum randi. Maka Ayu dan Agung harus bersama dan diletakkan di barisan akhir karena motor Agung lebih kuat untuk medan pegunungan. Mereka menjadi back up jika ada yang tertinggal bersama dengan Kak Wahyu. Sedangkan untuk baris paling depan ada Sabeum Sari dan Sabeum Hilmi sebagai penunjuk jalan.
Ada sebelas pasang yang turut dalam rombongan ini.
No
Joki
Penumpang
1
Sabeum Hilmy
Sabeum Sari
2
Sabeum RizKY
His Girlfriend
3
Sodri
Evi
4
Rio
Mita
5
Sabeum Randi
Widi
6
Rahmat
Ulfa
7
Sabeum Ucok
Putri
8
RIdwan
Charu
9
Agung
Ayu
10
Ade
Fera
11
Wahyu
Itha
Rute perjalanan yang ditempuh melalui jalur kecil di perumahan wilayah Depok supaya lebih cepat sampai ke bogor dan menghidari kemacetan. Berhubung hari ini hari Jum’at, maka semua Joki harus mampir dahulu di sebuah Masjid besar yang mereka lewati di daerah (__________).  Sambil menunggu ceramah selesai, para penumpang alias wanita semua mengungsi ke depan masjid untuk beristirahat. Charu membeli seporsi siomay, Mita membeli dua potong buah, dan terlihat beberapa wanita lainnya membeli sesuatu untuk dimakan. Sepertinya sudah terasa lapar karena hari sudah beranjak siang. Usai para Joki shalat, para penumpang bergantian masuk masjid untuk menunaikan shalat zhuhur.
Perjalanan dilanjutkan kembali, mereka mampir di sebuah warung makan Padang di daerah (____). Semua menikmati makan siang yang sudah telat itu.

“ru lu kaga makan?”, sapa kak Wahyu.

“Ngga kak, tadi udah makan somay”.

“yaudah bungkus aja kalo gitu. Kita ngga mampir lagi loh ke warung. Ntar laper lagi. Jangan sampai perut kosonglah! Masuk angin nanti”.

“ngga kak. Aku kenyang”, ujar Charu manta. “Evi tuh yang daritadi pagi ngga sarapan. Suruh dia makan tuh kak”, sahut Charu sambil menunjuk Evi yang asyik foto sana sini.

“Vi. Makan dulu lu”, tegur kak Wahyu untuk kedua kalinya pada wanita tukang diet ini. Evi hanya menggeleng mengatakan bahwa ia malas makan.
Yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala, terutama Sodri yang kewalahan merayu Evi untuk makan. Dia tak mau kekasihnya itu sakit di perjalanan nanti.
Perjalanan dilanjutkan, hari sudah menunjukkan pukul 16.20 WIB, tapi mereka baru sampai di wilayah (_______).  Sepertinya rombongan ini mengalami sedikit kendala. Pimpinan rombongan salah mengambil belokan yang berimbas pada semuanya. Ternyata mereka ada di daerah (_______). Akhirnya seenak mereka menunaikan shalat ashar. Sepulang dari shalat di masjid (_____-), ban motor Sabaeum Randi bocor. Itu berarti sudah dua motor yang bermasalah, mau tak mau mereka harus mampir terlebih dahulu ke tukang tambal ban. Charu, Mita, Rio dan Kak Ridwan rupanya terpisah dari rombongan. Mereka tertinggal di sebuah kedai kecil di daerah perkampungan yang sepanjang memandang jalanan itu hanya tanah merah dan kering. Langit sudah mau gelap, dan mereka masih di wilayah bogor. Dalamkeadaan membosankan itu, Charu dan Mita masih saja bisa bernarsis RIa!
 
Melihat mereka berdua yang ceria, Kak RIdwan dan Rio hanya geleng-geleng kelapa. Eh kepala!. Penulis bilang begini karena mereka kekurangan air minum waktu itu. Setelah menunggu hamper satu jam, rombongan yang lainnya pun muncul.
. Charu merasa Lega karena ia sudah suntuk menunggu di gubuk yang menurutnya sedikit beraura mistik. Tak lupa sedikit mengambil gambar dijalan itu.
Perjalanan di lanjutkan kembali, sekitar pukul 18.00 WIB, rombongan mulai memasuki wilayah perkampungan yang berujung pada jalan hutan yang panjang. Di percabangan daerah SURADE, mereka mulai merasakan rintik hujan membasahi tubuh mereka. Langit semakin gelap. Hawa semakin dingin. Kak Ridwan untuk kedua kalinya memperingati Charu  bahwa ia sudah mengijinkan Charu bila ingin berpegangan padanya. Hujan rintik berubah menjadi deras. Semua rombongan berhenti untuk mengenakan jas hujan dan melanjutkan kembali perjalanan. Sepanjang jalan itu, Charu merasa kurang baik.

“ru kalo kenapa-napa bilang ya sama kakak”.

“Iya kak”, sahut Charu pada kak Ridwan.

Selang beberapa lama kemudian Charu merasa begitu sakit di bagian pundak. Ransel yang ia kenakan terasa begitu berat dan mencengkram kuat pundaknya, seakan meremas pundak Charu hingga ingin melumatkan tulang belikatnya. Lehernya terasa tercekik, perutnya seperti diaduk mixer buah. Mual. Kak ridwan tak juga menghentikan motornya.

“kak, kayaknya aku mau muntah”. Charu mengatakan hal itu sampai dua kali, namun karena perjalanan tak mungkin dihentikan, kak ridwan terus saja melajukan motornya. Tidak mungkin rasanya ia berhenti begitu saja mengingat roombongan lainnya juga harus segera sampai tujuan.

Charu menahan perasaan sakit yang mulai menjalari seluruh tubuhnya. Ia hanya bisa berzikir menyebut nama Allah SWT untuk diberikan kekuatan dan perlindungan. Tiga kali ia hembuskan nafas  berlafadzkan ayat Kursiy pada telapak tangannya lalu ia usapkan keseluruh tubuhnya yang terjangkau dengan posisi dibonceng seperti itu. Selang lima menit kemudian, Charu tertidur. Entah itu tidur atau pingsan. Tapi rasa sakit yang ia rasakan amat kuat, ketika ia membuka mata,

“Bhuaaaarhhh……”, semburan isi perut menyembur keluar dari mulut Charu. Air asam bercampur sisa daun kol somay tadi siang dan tulang ikan halus berhamburan keluar. Muncrat! Mengenai motor yang dibelakang Charu. Rasa-rasanya motor itu berwarna biru. Mungkin itu milik Kak Rahmat. Charu tidak ingat motor siapa yang dibelakang mereka.

Kemudian suara klakson bersahutan. Tanda rombongan harus berhenti. Pasangan yang paling depan adalah pasangan yang paling akir menerima sinyal tersebut. Mereka berhenti di tengah hutan di dekat sebuah mushala tua dengan sumur tua di samping bangunan tersebut. Sepertinya mushala itu sudah tidak terpakai lagi. Debu terlihat disana sini. Suasana sudah sangat gelap. Tak ada cahaya selain dari bangunan reyot tempat mereka berhenti sementara itu. Sekitar mereka hanya ada ilalang tinggi dan pepohonan tinggi yang mungkin sudah berumur puluhan tahun. Rombongan berhenti tentu saja karena masalah si Charu yang muntah!. Kak Ulfa dating membawa sebotol air mineral dan sekerat roti untuk menggantikan isi yang keluar. Wajah Charu sudah pucat pasi.

“huh, lu tadi ngga makan ya ru!”, Tanya kak Wahyu. Charu hanya menggeleng dengan lemah.

“siapa lagi yang ngerasa mau muntah? Sekarang aja. Atau masing-masing pegang plastic aja biar kita ngga berhenti-berhenti lagi”.

Tentu saja hanya Charu yang menuruti perintah itu. Karena hanya dia yang merasa mau muntah lagi. Perjalanan dilanjutkan kembali.

Vi…. Buka matamu!!!
19.00 pm, waktu berputar terus disekitar angkat satu sampai dua belas. Begitu yang mereka rasakan selama perjalanan menuju lokasi. Pimpinan perjalanan merasa heran dengan route yang mereka tempuh. Sepertinya mereka tersesat karena terus berputar di hutan saja.  Charu menoleh ke belakang, ia melihat Ayu dengan santainya mendengarkan music di kegelapan malam. Padahal penumpang lain sudah merasa tak nyaman. Para joki pun ikut merasa tertekan karena belum juga beristirahat. Mereka terpaksa terus melajukan motornya karena tak ada tempat peristirahatan di sekitar sana. Hanya ada pepohonan tinggi dan jalanan aspal yang licin dan basah oleh hujan.
Tiba-tiba, motor yang dibawa Sodri terlihat tidak stabil. Evi seperti hendak tumbang. Pegangannya terasa melemah dari pinggang SOdri. Rupanya ia pingsan. Semua rombongan terpaksa berhenti lagi untuk melihat keadaan EVi.

“Vi,, sadar vi”, kata Mita mencoba membangunkan Evi. Sodri terlihat terus memangku Evi, mencoba agar membuat Evi nyaman.
Irama napas Evi tak beraturan. Kemudian matanya terbuka.

“lu baik-baik aja vi?”.

Yang lain sibuk memberikan evi minyak kayu putih, balsam, juga air minum. Sepertinya kondisi Evi sudah membaik sehingga perjalanan dilanjutkan. Namun tidak jauh dari lokasi sebelumnya, Evi mulai menunjukkan sedikit keanehan. Dia mengigau. Tubuhnya lemas dan ia pingsan lagi. Sodri panic, yang lain juga terlihat panic. Semuanya berhenti. Di tengah hutan yang gelap. Tak ada sedikit pun cahaya yang hadir selain dari lampu motor mereka. Gelap. Amat mencekam. Charu benci keadaan ini. Ia hanya bisa duduk di belakang kak RIdwan.

“Kak, nanti kalo jalan lagi, pokoknya kita jangan di barisan paling belakang!”, Charu sedikit memaksa dari kata-katanya.

“emang kenapa ru?”

“Pokoknya jangan. Perasaan aku bener-bener ngga enak banget. Ngga nyaman”, Charu merasakan ada aura aneh yang mengelilinginya. Terutama ia rasakan di tempat mereka berhenti sekarang.

“Arrghh….”, Evi menjerit kencang ketika Hilmi memencet ujung jari kakinya. 

“Sakiiit”, suara Evi terdengar parau seperti bukan suaranya.

“vi…vi… nyebut vi.. nyebut… istighfar!!”, kata Mita sambil membisikkan Lafadz Allah ke telinga Evi.

Kondisi Evi mengenaskan! Tubuhnya terlihat lunglai, tapi begitu ia berontak, tiga pria Joki rombongan ini tak kuasa menahannya. Seperti ada yang merasuki Evi. Mata Evi pun menunjukkan reaksi yang tak menyenangkan untuk dilihat. Matanya seperti menerawang ke atas hingga pupil matanya berbalik dan memperlihatkan bagian putih matanya saja.

“Hiyyy…..”, Kak Ulfa bergidik. “Masya Allah Evi. Nyebut. Astagfirullah”, kak Ulfa memberikan botol minum itu pada Charu ketika Charu menghampirinya.
Kak Wahyu menyodorkan balsam pada Mita untuk dioleskan ke tubuh Evi. Tak ada yang tahu apa yang mereka pikirkan saat ini tapi penulis beranggapan, 

seperti ini
Wahyu
“vi, lu kalo pingsan lagi, besok2 bawa sarung n balsam ya! Hupht!”
Ayu
“duh, pinggang Yu pegel banget. Kapan she ni sampenya? Mana gelap pula”
Ridwan
“Ay, kamu udah tidur belum ya? Kepalaku pusing. Ngantuk. Ada-ada aja dah nih masalah di jalan”
Charu
“Yaa Allah.. lindungi akuuu >.<, perasaan aku ngga enak banget!”
Ulfa
“yang.. Aku cape. Tapi kamu lebih cape lagi ya pasti? Si Evi ngga sadar-sadar juga. Aku jadi ikut merinding deh”
Mita
“VI.. lu jangan buat gue takut napa!” (Mita harus jaga Evi di belakang. Jadi satu motor bertiga)
Hilmi
“setan..ssetan… pergi kau dari tubuh Evi”
Itha
“Pegel…. TT___TT”
Fera
“Ich… Fe takut”
Ade
“Astagfirullah,, vi… banyakin istighfar”
Sodri
“besok gue bawa sarung aja kali ya? Buat ngiket dia kalo kenapa2. Sayang,,, kamu ngga makan sih tadi siang. Bandel banget deh dibilangin!”
Rio
“pengen cepet-cepet ke mushala dah nih. Mata udah minta tidur aja hm…”
Evi
“Bapak, kok ikut evi?” (Alm. Bp)





Hutan lagi,,,, hutan lagi….
Akhirnya karena kondisi Evi yang tidak bisa disadarkan, Mita terpaksa harus pindah dari motor Rio ke tempat Sodri untuk menahan tubuh Evi. Evi lemas. Sepertinya ia memang sedang sakit. Sejak pagi dia memang tidak makan apapun. Begitulah kalau kondisi tubuh dalam perjalanan. Meskipun hanya duduk di motor saja tapi tubuh juga bekerja. Sedangkan tubuh Evi yang kurus itu tak mampu menahan serangan udara malam.
Mereka melanjutkan perjalanan kembali. Charu sungguh senang begitu mendengar desas desus bahwa mereka hamper sampai ketika mereka berhenti di sebuah warung di daerah (_____) untuk membeli minuman hangat.

“berapa lama lagi kak kita sampai?”

“ada sejam lagi lah kira-kira”

“itu tanda apa ya?”, Tanya Charu menunjuk sebuah beton persegi panjang seperti ukuran balok bertuliskan 98 KM berdiri di pinggir jalan. Ia seperti penunjuk jalan.

“iitu artinya masih ada sejauh itu lagi yang harus kita tempuh buat sampai ujung genteng”.

“hah??!!”, Charu lemes. “kapan sampenya? Udah pengen nyebur aja deh ke laut”.

“semuanya juga pengennya begitu ru. Sabarlah”, kata Putri menimpali.

“ru, kakak ngantuk”, kata Kak Ridwan ketika melewati belokan licin. Charu kaget mendengarnya. Ia takut.

“Kak! Jangan ngantuk! Semangat!!”, padahal matanya juga sudah 3 watt. (mau nyebut 5 watt kayaknya ga cocok. Liat aja lampu Philips 5 watt terangnya hebat).

Charu takut, tapi mau bagaimana lagi? Jika ia mengantuk, resiko kak Ridwan tidur besar pula. Terpaksa ia membuka matanya sebesar mungkin. Ia berharap ada penjepit jemuran bisa di temple di kelopak matanya yang semakin berat, Ikut berjaga sambil memperhatikan jalanan yang GELAP.
Herannya, kenapa mereka lagi-lagi harus melewati hutan lagi, hutan lagi. Perjalanan ini lebih banyak menemui pepohonan tinggi menjulang  daripada pemukiman warga. Charu berharap bisa melewati jalan yang terang, banyak lampunya. Tidak seperti saat ini. Yang terlihat hanya kegelapan. Akhirnya ia hanya bersembunyi di balik punggung Kak Ridwan sambil menutup matanya. Berharap tak melihat ‘sesuatu’ lagi.

Suara hantu
Mereka berhenti di sebuah mushala Pertamina di wilayah ujung genteng. Namun pantai yang ingin di lihat Charu masih belum terlihat. Masih ada 2 KM lagi dari lokasi peristirahatan sementara mereka. Begitu turun dari motor, para penumpang langsung berburu toilet. Ada yang ingin cuci muka, ada yang berwudhu, ada juga yang minum. (lhoh??).
Mereka bergantian menunaikan ibadah shalat isya. Ada yang shalat tahajjud. Ada juga yang meng-qadha shalatnya. Charu, Ayu, Mita, Widi, dan Fera duduk di depan beranda mushala Pertamina itu. Suasana hening mendadak pecah begitu mereka mendengar suara GRROOOkkk sangat kencang.

“Mit itu suara apa?”, Tanya Widi

“Mana? Gue ngga denger”, sahut Mita.
Mereka beranjak pergi meninggalkan Charu. Ayu pergi ke dalam Mushala untuk tidur. Sama seperti yang lainnya. Beberapa yang lain ada yang pergi ke warung kopi sekedar menghangatkan badan dan mengisi energy. Kak Ulfa duduk mendekat ke Charu. Ada pacarnya Sabeum risky yang juga ikut duduk disebelahnya. Mereka saling duduk menyandar dan memejamkan mata.
Suara itu terdengar lagi. Agak sayup-sayup semakin lama makin jelas terdengar .

“Kak, itu suara apa sih? Kok nyeremin aja”, ujar Charu berbisik pada kak Ulfa.
Widi berdiri di depan pintu mushala dengan mata setengah dipicingkan.

“Ru, sini”, kata WIdi, menyuruh Charu berdiri di dekatnya. Charu takut Widi menunjukkan sesuatu yang horror padanya. Itu akan membuat ia paranoid selama berbulan-bulan.

“ngga ah, mau ngapain?”

“lu mau tau kan suara apaan tadi?”.

“ngga”, jawab Charu cepat. Takut Widi menunjukkan hal aneh.
Tapi akhirnya Charu bangkit juga melihat kak Ulfa berdiri mendekati WIdi. Ketika di lihat sumber suara menyeramkan itu, ternyataa…………
Widi menahan  diri untuk tidak berkomentar pedas. Charu menahan mulutnya untuk tidak terbuka. Kak Ulfa hanya menggeleng kepala dan berkata, “Oh!”. 
Sabeum Rizky mendengkur. (to be continued)