Selasa, 09 Februari 2016

pengalaman pertama Makan Natto

Salam sejahtera untuk pembaca blog.
Pada kesempatan kali ini charu mau post tentang pengalaman pertama makan natto.

Well.. Natto pertama yang aku coba itu natto yang kubeli dari AEON Mall di supermarketnya. Saking penasarannya dengan rasa natto asli jepang. Bagi yang beragama islam, harus betul betul teliti dalam membelinya. Merek terakhir yang kubeli belum ada label halalnya.
Payahnya aku sadar saat natto itu sudah dimakan dua suap. :v
At least... Berdasarkan bahan-bahan baku dari natto tsb ( yang mereknya pas banget ngga aku foto,  warna bungkusnya orange dengan tulisan BACCHAN kalau tidak salah ingat) kedelainya masih aman. Yang tidak boleh dimakan itu bumbu dari natto nya, yaitu mustard dan saos kecapnya. Karena di keduanya terdapat kandungan alkohol.

Bener-bener penasaran dengan makanan yang satu ini sampai ngga ngeh kalau itu ternyata haram dimakan (buat muslim. Karena ada dua kotak, satu kotak yang dah terlanjur dicampur bumbunya, kubuang. Sementara yang satunya lagi kucampur dengan mustard merek maestro dan kecap ikan fina.

Mau tau penampakannya?
Ya mirip banget dengan kacang kedelai yang berlendir.

Rasanya... Hm... Hambar... Masih sedikit ada rasa kacang kedelai rebus berlendir.

Yang jelas, natto lebih enak dimakan dengan nasi.
Rasa asin gurih dari kecap ikan dan penetral dari mustardnya, membuat natto jadi terasa lebih enak. Waktu itu saya coba campurkan dengan kuning telur setengah matang, dan rasanya better lah.... Tapi itu masih tergantung pribadi masing2 sih. Bahkan orang jepang asli pun ngga semuanya suka dengan bau dan rasanya ^^v

Nah,, buat kamu yang masih penasaran..
Semoga tulisanku kali ini bisa jadi deskripsi yang cukup untuk kalian.

Thanks for reading.. ^^v

Minggu, 10 Januari 2016

Anti galau.

Pada masa dulu kala, tatkala ada warna hadir dalam ruang kosong yang berantakan, angin berhembus melambai lambai isi ruangan.
Ruang kosong itu pernah tercipta dari dua tangan manusia penuh harap, pernah ia redup, terang, berantakan, redup, lalu terang lagi saat menemukan cat indah yang melukis warna terang dalam ruang tersebut.
Seakan kebahagiaan itu tercipta disebabkan oleh warna indah yang melukiskan berbagai ukiran kompleks juga sederhana. Terkadang ia berwarna merah jambu, biru, putih, pernah juga berwarna kelabu.
Warna itu bertahan dalam kualitasnya selama satu windu ditambahkan 5 tahun lamanya.
Sampai suatu ketika, di pertengahan tahun, di musim panas, di masa tawa riang anak usia 6 tahun menikmati masa belajar di sekolah barunya, badai datang.
Laksana kathrina, badai yang menghapus jejak berkerak.
Gemuruh itu perlahan teredam oleh cahaya Illah dari lapisan langit entah keberapa. Seperti sebuah hidayah yang menyadari pendosa dalam lubang kesalahannya.
Para pembangun bergotong royong berkontribusi memperbaiki ruangan itu. Mencoba menyelamatkan ruang berharga milik seseorang yang bagi - salah satu pelukis- itu tak berharga.
Sudah.. Ruang itu kembali kosong. Tanpa warna. Kembali terbentuk meski tidak dalam posisi sempurna. Seperti pada saat sebuah kata tercipta "Bahwa aku akan baik-baik saja".

@ICM.SCH.BSD
11 Januari 2016
“Maka nikmat Tuhan manalagikah yang engkau dustakan”.